Friday 10 November 2017

Mesum Anak dan Bapak


Saat itu habis lulus SMA Delisia meneruskan ke jenjang kuliah di kota kembang, semasa sekolah Delisia mempunyai pacar bernama Angga sampai sekarang dia masih menjalin hubungan.

Wajah cantik dan kepintarannya dia lolos masuk ke universitas dengan jurusan yang dia sukai,

“Mau kemana lagi, Sann?” tanya Angga sambil melirik ke Delisia.

“Pulang, ah.. Aku capek sehabis ujian tadi,” jawab Delisia sambil bersandar pada jok mobil, matanya terpejam.

Angga sekilas melirik pada paha Delisia yang putih mulus. Rok mini yang dipakai Delisia naik tersingkap dgn posisi duduk Delisia tersebut.

“Sann, kita ke motel dulu, ya..?” ajak Angga.

“Yee, kamu horny ya?” kata Delisia melirik Angga sambil tersenyum.

“Habisnya aku tidak tahan melihat kamu…” kata Angga sambil tersenyum pula.

“Ya sudah, mau dimana?” tanya Delisia sambil tangannya mengelus paha Angga yang sedang mengemudi.

Angga tak menjawab. Hanya senyuman saja yang tampak di wajahnya sementara mobil diarahkannya menuju sebuah motel..

“Buka dong semua pakaian mu,” kata Angga sementara dia sendiri melucuti semua pakaiannya.

what image shows
“Ih dasar otak mesum!” kata Delisia tersenyum sambil melepas seragam kuliahnya.

“Aku cinta kamu Sann..” kata Angga sambil memeluk tubuh telanjang Delisia dari belakang.

Satu tangan meremas buah dada Delisia, sementara satu tangan mengelus dan mengusap memeknya.

“Mmhhhh…” desah Delisia sambil terpejam. Tangan Delisia menggenggam penis Angga yang sudah tegak dan sesekali mengenai belahan pantatnya.

“Mmhhhh.. Enak syang…” bisik Angga ketika Delisia mengocok penisnya.

Delisia tersenyum dan langsung membalikkan badannya menghadap Angga lalu mengecup bibirnya. Angga membalas kecupan bibir Delisia dgn hangat.

“Cepat pulang ah…” kata Delisia setelah mereka selesai berpakaian dan merapikan diri.

“Ya syang…” kata Angga sambil menggandeng Delisia keluar kamar.

Sesampai di rumah, Angga segera pulang setelah berpamitan kepada Bpk dan ibu Delisia.

“Lama amat sih, san?” tanya ibunya.

“Iya, mam.. Tadi kami nyimpang dulu ke tempat makan,” kata Delisia ringan sambil segera ke kamarnya untuk ganti pakaian.

Malam harinya, ketika mereka sedang nonton TV, Bpk dan Ibu Delisia segera bangkit dari tempat duduk karena sudah waktunya jam tidur.

“Kamu jangan terlalu malam begadang, nanti sakit kepala,” kata ibunya kepada Delisia.

“Iya, Mam.. Tanggung nih film sedang seru-serunya,” kata Delisia sambil matanya terus melihat TV.

Lalu mereka segera masuk kamar. Setelah beberapa menit, telinga Delisia menangkap suara ranjang berderit berulang-ulang. Sebetulnya Delisia sudah mengerti apa yang sedang terjadi di kamar orang tuanya. Delisia bersikap cuek saja awalnya.

Tapi rasa penasaran dihatinya membuat Delisia ingin mengintip mereka. Segera Delisia bangkit lalu mengendap mengintip dari lubang kunci. Walaupun tidak terlalu jelas tapi Delisia dapat melihat Bpk Ibunya sedang bersetubuh.

Darah Delisia berdesir karenanya. Ketika mata Delisia melihat buah zakar dan penis Bpknya yang keluar masuk memek Ibunya, darahnya makin berdesir. Matanya lebih jelas lagi melihat penis Bpknya ketika mereka telah selesai bersetubuh, Bpknya bangkit dan mengelap penisnya yang basah.

Tampak jelas di mata Delisia betapa penis Bpknya lebih besar dari penis Angga. Delisia segera berdiri, mematikan TV lalu segera bergegas masuk kamarnya. Di atas ranjang, Delisia tidak bisa memejamkan matanya. Terbayang terus persetubuhan Bpk Ibunya tadi, terlebih ketika terbayang penis Bpknya yang besar.. Perasaan Delisia jadi gelisah.

Sejak saat itu Delisia secara sadar arau tidak selalu memperhatikan gerak gerik Bpknya. Apalagi bila Bpknya hanya memakai kolor saja. Mata Delisia selalu mencuri pandang ke paha dan selangkangan Bpknya. Bpk Delisia waktu itu berumur 43 tahun. Badannya bersih dan tegap.

Suatu malam..

“Pijitin pundak Bpk, Met.. Pegal amat,” kata Bpk Delisia waktu mereka nonton TV.

“Kalau begitu Bpk duduk di bawah biar Delisia gampang mijitnya,” kata Delisia.

Bpknya segera turun dari kursi lalu duduk di lantai. Delisia segera memijit pundak Bpknya sambil nonton TV.

“Ibu ngantuk ah.. Mau tidur duluan, Pa…” kata Ibunya sambil bangkit dan menuju kamarnya.

“Delisia syang Bpk,” bisik Delisia sambil merangkulkan tangannya ke leher Bpknya.

“Nah, biasanya suka ada maunya kalau kamu sudah begini,” kata Bpknya sambil tersenyum dan menoleh ke Delisia.

“Mm.. Delisia tidak minta apa-apa kok, Pa…” bisik Delisia lagi manja.

“Delisia hanya mau bilang kalau Delisia syang Bpk,” kata Delisia sambil mencium pipi Bpknya.

Bpknya diam sambil tersenyum sambil tanganya memegang tangan Delisia yang sedang memeluk dirinya dari belakang.

“Tumben kamu manja begini,” kata Bpknya sambil menoleh dan menatap Delisia lama.

Delisia tersenyum lalu mencium pipi Bpknya lagi berkali-kali. Darah Delisia mulai berdesir.

“Ada apa sih, San?” kata Bpknya lagi sambil tersenyum.

Ucapan Bpknya tidak bisa terus ketika bibir mungil Delisia mengecup bibirnya.

“Delisia sangat syang Bpk,” bisik Delisia lirih sambil bibirnya melumat hangat bibir Bpknya.

Bpk Delisia pada awalnya kaget atas tindakan putrinya ini, tapi lama kelamaan sentuhan hangat bibir Delisia bisa menghangatkan perasaan dan gairahnya. Dibalasnya ciuman Delisia dgn hangat pula.

“Mm…” suara Delisia terdengar pelan.

Bpk Delisia bangkit lalu duduk berhadapan dgn Delisia. Kembali dilumat bibir Delisia dgn agak panas. Delisiapun membalasnya dgn agak panas pula. Tangan Delisia bergerak ke arah selangkangan Bpknya. Sambil tetap berciuman diremasnya pelan penis Bpknya. Terasa penis Bpknya mulai bergerak tegak dan tegang..

“Delisia syang Bpk,” kembali Delisia berbisik.

“Bpk juga sama…” kata Bpknya dgn nafas memburu.

“Jangan disini, Pa.. Nanti Ibu tahu,” kata Delisia sambil bangkit dan menarik tangan Bpknya ke kamar belakang.

Bpknya menurut mengikuti Delisia. Delisia langsung memeluk dan melumat bibir Bpknya dgn liar, Bpknyapun membalasnya semakin panas. Tangan Delisia mulai berani disusupkan dan masuk ke celana kolor Bpknya, lalu tanpa ragu menggenggam dan meremasnya pelan.

“Mmhh…” suara Bpknya tertahan karena masih berciuman.

Delisia kemudian melepaskan pelukannya lalu merendahkan tubuhnya hingga jongkok. Diperosotkan celana kolor Bpknya sampai lutut hingga penis besarnya yang tegak tampak di depan wajahnya. Delisia mengocok pelan penis Bpknya lalu segera mengulumnya. Bpknya terpejam sambil memegang kepala Delisia.

“Ohh…” desah Bpknya.

Dimaju mundurkan penisnya di dalam mulut Delisia. Setelah beberapa lama, tubuh Bpknya bergetar lalu… Crott! Crott! Crott! Air mani Bpknya muncrat di dalam mulut Delisia. Delisia dgn tenang menelannya habis. Delisia lalu berdiri sambil tersenyum.

“Delisia pengen, Pa..” pinta Delisia berbisik.

“Tidak bisa sekarang syang,” kata Bpknya sambil membetulkan celananya.

“Kapan, Pa?” kata Delisia sambil memeluk dan mengecup bibir Bpknya.

“Kamu pulang kuliah jam berapa?” tanya Bpknya.

“Jam 11, Pa…”

“Kalau begitu Bpk jemput kamu di kampus jam 12 untuk makan siang, lalu kita cari tempat…” kata Bpknya sambil tersenyum.

“Iya, Pa…” kata Delisia sambil tersenyum pula.

“Kasih tahu pacar kamu untuk tidak jemput, ya?” kata Bpknya. Delisia mengangguk.

“Sekarang tidurlah,” kata Bpknya sambil mencium bibir Delisia mesra.

Besok harinya sesuai dgn rencana, Delisia dijemput di kampus.

“Mau makan siang dimana?” tanya Bpknya.

“Tidak usah makan siang, Pa…” kata Delisia manja.

“Langsung saja…” kata Delisia tersenyum.

Bpk Delisiapun tersenyum. Mobil langsung di arahkan ke hotel. Di dalam kamar, mereka langsung berciuman. Delisia menatap mata Bpknya lalu melepas kancing kemeja Bpknya satu demi satu.

“Biar Bpk buka sendiri biar cepat. Waktu kita sedikit syang. Bpk harus segera ke kantor lagi,” kata Bpknya sambil tersenyum lalau melepas semua pakaiannya.

Delisia juga sama. Tubuh Delisia telentang di atas ranjang. Bpknya segera duduk di pinggir ranjang. Tangannya mulai mengelus dan meremas buah dada Delisia. Delisia terpejam menikmati belaian Bpknya itu. Sementara tangannya dgn segera meraih penis Bpknya yang sudah tegang besar. Diremas dan dikocoknya pelan.

Tangan Bpknya mulai turun ke memek Delisia. Diusap dan di gosoknya memek Delisia dgn mesra. Lalu salah satu jarinya mulai memainkan kelentit dan lubang memeknya bergantian. Delisia terpejam sambil menggigit bibir sementara tangannya tak henti mengocok penis Bpknya.

“Cepat masukkan, Pa…” pinta Delisia.

Bpknya tersenyum lalu bangkit dan segera menaiki tubuh anaknya. Disentuhkan penisnya ke memek ke belahan memek Delisia. Delisia menatap mata Bpknya sambil tangannya segera meraih penis dan mengarahkan ke lubang memeknya.

Dgn sedikit desakan, penis Bpknya perlahan masuk ke memek Delisia. Delisia terpejam merasakan rasa nikmat dari orang yang sangat disyanginya. Tak terasa air matanya mengalir di pipi.

“Ada apa syang?” tanya Bpknya sambil terus memompa penisnya.

“Delisia sangat bahagia bisa bersama Bpk saat ini,” kata Delisia sambil memeluk erat Bpknya.

“Delisia sangat syang Bpk,” bisik Delisia.

“Bpk juga sangat syang kamu,” kata Bpknya.

Delisia tersenyum sambil menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan pinggul Bpknya. Kenikamatan dan sensasi yang sangat luar biasa dirasakan oleh Delisia saat itu. Siang itu Delisia dan Bpknya dgn liar bersetubuh bermandi peluh dan desahan serta jeritan kenikmatan. Sampai akhirnya terasa penis Bpknya berdenyut tanda akan mencapai orgasme.

Dicabutnya penis dari memek Delisia lalu digesek-gesekan ke belahan memeknya. Tapi Delisia dgn segera bangkit dan langsung menghisap serta mengocok penis Bpknya sampai akhirnya.. Crott! Crott! Air mani Bpknya menyembur banyak di dalam mulut Delisia. Delisia menelannya dgn tenang lalu tersenyum. Bpknya lalu mencium bibir Delisia.

“Kamu hebat syang…” bisik Bpknya.

“Lebih hebat dari Ibu kamu,” kata Bpknya lagi.

“Delisia syang Bpk…” bisik Delisia sambil tersenyum.

Mereka berpelukan..

Sesuai dgn penuturan Delisia, sejak saat itu hampir tiap hari Delisia dan Bpknya bersetubuh pada jam istirahat siang. Sesekali mereka bersetubuh di hotel bila ada waktu. Juga dgn Anggapun, Delisia tetap melayaninya setiap ada kesempatan.

Sekarang Delisia sudah menikah dgn Angga, dikaruniai anak 2. Masih tinggal di Bandung. Ketika masih mempunyai anak 1, Delisia masih berhubungan badan dgn Bpknya. Tapi setelah punya anak 2 sekarang ini, aktifitas itu berhenti karena usia Bpknya yang sudah uzur. Delisia sangat menyayangi Bpknya.

Adik Ipar Minta ML



Usiaku sudah hampir mencapai tiga puluh lima, ya… sekitar 3 tahunan lagi lah. Aku tinggal bersama mertuaku yang sudah lama ditinggal mati suaminya akibat penyakit yang dideritanya. Dari itu istriku berharap aku tinggal di rumah supaya kami tetap berkumpul sebagai keluarga tidak terpisah. Di rumah itu kami tinggal 7 orang, ironisnya hanya aku dan anak laki-lakiku yang berumur 1 tahun berjenis kelamin cowok di rumah tersebut, lainnya cewek.

Jadi… begini nih ceritanya. Awal September lalu aku tidak berkerja lagi karena mengundurkan diri. Hari-hari kuhabiskan di rumah bersama anakku, maklumlah ketika aku bekerja jarang sekali aku dekat dengan anakku tersebut. Hari demi hari kulalui tanpa ada ketakutan untuk stok kebutuhan bakal akan habis, aku cuek saja bahkan aku semakin terbuai dengan kemalasanku.

Pagi sekitar pukul 9 wib, baru aku terbangun dari tidur. Kulihat anak dan istriku tidak ada disamping, ah… mungkin lagi di beranda cetusku dalam hati. Saat aku mau turun dari tempat tidur terdengar suara jeritan tangis anakku menuju arah pintu. seketika itu pula pintu kamar terbuka dengan tergesanya. Oh… ternyata dia bersama tantenya Rosa yang tak lain adalah adik iparku, rupanya anakku tersebut lagi pipis dicelana. Rosa mengganti celana anakku, “Kemana mamanya, Sa…?” tanyaku. “Lagi ke pasar Bang” jawabnya “Emang gak diberi tau, ya?” timpalnya lagi. Aku melihat Rosa pagi itu agak salah tingkah, sebentar dia meihat kearah bawah selimut dan kemudian salah memakaikan celana anakku. “Kenapa kamu?” tanyaku heran “hmm Anu bang…” sambil melihat kembali ke bawah.

“Oh… maaf ya, Sa?” terkejut aku, rupanya selimut yang kupakai tidur sudah melorot setengah pahaku tanpa kusadari, aku lagi bugil. Hmmm… tadi malam abis tempur sama sang istri hingga aku kelelahan dan lupa memakai celana hehehe….

Anehnya, Rosa hanya tersenyum, bukan tersenyum malu, malah beliau menyindir “Abis tempur ya, Bang. Mau dong…” Katanya tanpa ragu “Haaa…” Kontan aja aku terkejut mendengar pernyataan itu. Malah kini aku jadi salah tingkah dan berkeringat dingin dan bergegas ke toilet kamarku.

Dua hari setelah mengingat pernyataan Rosa kemarin pagi, aku tidak habis pikir kenapa dia bisa berkata seperti itu. Setahu aku tuh anak paling sopan tidak banyak bicara dan jarang bergaul. Ah… masa bodoh lah, kalau ada kesempatan seperti itu lagi aku tidak akan menyia-nyiakannya. Gimana gak aku sia-siakan, Tuh anak mempunyai badan yang sangat seksi, Kulit sawo matang, rambut lurus panjang. Bukannya sok bangga, dia persis kayak bintang film dan artis sinetron Titi kamal. Kembali momen yang kutunggu-tunggu datang, ketika itu rumah kami lagi sepi-sepinya. Istri, anak dan mertuaku pergi arisan ke tempat keluarga almahrum mertua laki sedangkan iparku satu lagi pas kuliah. Hanya aku dan Rosa di rumah. Sewaktu itu aku ke kamar mandi belakang untuk urusan “saluran air”, aku berpapasan dengan Rosa yang baru selesai mandi. Wow, dia hanya menggunakan handuk menutupi buah dada dan separuh pahanya. Dia tersenyum akupun tersenyum, seperti mengisyaratkan sesuatu.

Selagi aku menyalurkan hajat tiba-tiba pintu kamar mandi ada yang menggedor.
“Siapa?” tanyaku
“Duhhhh… kan cuma kita berdua di rumah ini, bang” jawabnya.
“Oh iya, ada apa, Sa…?” tanyaku lagi
“Bang, lampu di kamar aku mati tuh”
“Cepatan dong!!”
“Oo… iya, bentar ya” balasku sambil mengkancingkan celana dan bergegas ke kamar Rosa.

Aku membawa kursi plastik untuk pijakan supaya aku dapat meraih lampu yang dimaksud.
“Sa, kamu pegangin nih kursi ya?” perintahku “OK, bang” balasnya.
“Kok kamu belum pake baju?” tanyaku heran.
“Abisnya agak gelap, bang?”
“ooo…!?”
Aku berusaha meraih lampu di atasku. Tiba-tiba saja entah bagaimana kursi plastik yang ku injak oleng ke arah Rosa. Dan… braaak aku jatuh ke ranjang, aku menghimpit Rosa..
“Ou…ou…” apa yang terjadi. Handuk yang menutupi bagian atas tubuhnya terbuka.
“Maaf, Sa”
“Gak apa-apa bang”
Anehnya Rosa tidak segera menutup handuk tersebut aku masih berada diatas tubuhnya, malahan dia tersenyum kepadaku. Melihat hal seperti itu, aku yakin dia merespon. Kontan aja barangku tegang.

Kami saling bertatap muka, entah energi apa mengalir ditubuh kami,
dengan berani kucium bibirnya, Rosa hanya terdiam dan tidak membalas.
“Kok kamu diam?”
“Ehmm… malu, Bang”
Aku tahu dia belum pernah melakukan hal ini. Terus aku melumat bibirnya yang tipis berbelah itu. Lama-kelamaan ia membalas juga, hingga bibir kami saling berpagutan. Kulancarkan serangan demi serangan, dengan bimbinganku Rosa mulai terlihat bisa meladeni gempuranku. payudara miliknya kini menjadi jajalanku, kujilati, kuhisap malah kupelintir dikit.
“Ouhh… sakit, Bang. Tapi enak kok”
“Sa… tubuh kamu bagus sekali, sayang… ouhmmm” Sembari aku melanjutkan kebagian perut, pusar dan kini hampir dekat daerah kemaluannya. Rosa tidak melarang aku bertindak seperti itu, malah ia semakin gemas menjambak rambutku, sakit emang, tapi aku diam saja.

Sungguh indah dan harum memeknya Rosa, maklum ia baru saja selesai mandi. Bulu terawat dengan potongan tipis. Kini aku menjulurkan lidahku memasuki liang vaginanya, ku hisap sekuatnya sangkin geramnya aku.
“Adauuu…. sakiiit” tentu saja ia melonjak kesakitan.
“Oh, maaf Sa”
“Jangan seperti itu dong” merintih ia
“Ayo lanjutin lagi” pintanya
“Tapi, giliran aku sekarang yang nyerang” aturnya kemudian

Tubuhku kini terlentang pasrah. Rosa langsung saja menyerang daerah sensitifku, menjilatinya, menghisap dan mengocok dengan mulutnya.
“Ohhh… Sa, enak kali sayang, ah…?” kalau yang ini entah ia pelajari
dari mana, masa bodo ahh…!!
“Duh, gede amat barang mu, Bang”
“Ohhh….”
“Bang, Rosa sudah tidak tahan, nih… masukin punya mu, ya Bang”
“Terserah kamu sayang, abang juga tidak tahan” Rosa kini mengambil posisi duduk di atas tepat agak ke bawah perut ku. Ia mulai memegang kemaluanku dan mengarahkannya ke lubang vaginanya. semula agak sulit, tapi setelah ia melumat dan membasahinya kembali baru agak sedikit gampang masuknya.
“Ouuu…ahhhhh….” … seluruh kemaluanku amblas di dalam goa kenikmatan milik Rosa.
“Awwwh, Baaaang….. akhhhhh” Rosa mulai memompa dengan menopang dadaku. Tidak hanya memompa kini ia mulai dengan gerakan maju mundur sambil meremas-remas payu daranya.

Hal tersebut menjadi perhatianku, aku tidak mau dia menikmatinya sendiri. Sambil bergoyang aku mengambil posisi duduk, mukaku sudah menghadap payudaranya.Rosa semakin histeris setelah kujilati kembali gunung indahnya.
“Akhhhh… aku sudah tidak tahan, bang. Mau keluar nih.
Awwwhhh??”
“Jangan dulu Sa, tahan ya bentar” hanya sekali balik kini aku sudah berada diatas tubuh Rosa genjotan demi genjotan kulesakkan ke memeknya. Rosa terjerit-jerit kesakitan sambil menekan pantatku dengan kedua tumit kakinya, seolah kurang dalam lagi kulesakkan.

“Ampuuuun…… ahhhh… trus, Bang”
“Baaang… goyangnya cepatin lagi, ahhhh… dah mau keluar nih”
Rosa tidak hanya merintih tapi kini sudah menarik rambut dan meremas tubuhku.
“Oughhhhh… abang juga mau keluar, Zzhaa” kugoyang semangkin cepat, cepat dan sangat cepat hingga jeritku dan jerit Rosa membahana di ruang kamar.
Erangan panjang kami sudah mulai menampakan akhir pertandingan ini.
” ouughhhhh…. ouhhhhhh”
“Enak, Baaaangg….”
“Iya sayang…. ehmmmmmm” kutumpahkan spermaku seluruhnya ke dalam vagina Rosa dan setelah itu ku sodorkan kontol ke mulutnya, kuminta ia agar membersihkannya.
“mmmmmmuaaachhhhh…” dikecupnya punyaku setelah dibersihkannya dan itu pertanda permainan ini berakhir, kamipun tertidur lemas.

Kesempatan demi kesempatan kami lakukan, baik dirumah, kamar mandi, di hotel bahkan ketika sambil menggendongku anakku, ketika itu di ruang tamu. Dimanapu Rosa siap dan dimanapun aku siap.

Cerita Sex Sedarah

Ini adalah kisahku pada waktu aku masih SMP kelas tiga di kota kembang, waktu itu aku ada liburan di rumah kakekku di daerah lembang, disana tinggal kakek dan keluarga bibi ku. Bibiku adalah kasir sebuah bank karena menikah dengan pamanku yang satu kantor dia mengundurkan diri dan hanya sebagai ibu rumah tangga, orangnya ayu, putih berlesung pipit dengan usia sekitar 27 tahunan. Dia tinggal dirumah kakekku karena rumahnya sedang dibangun di daerah bogor sedang suaminya (adik ayahku) tinggal di kost dan pulang seminggu sekali.

Aku dan bibiku sangat akrab karena dia memang sering main kerumahku sewaktu belum berkeluarga dan waktu kecil sering tidur di kamarku bahkan waktu kuliah dia lebih banyak tidur dirumahku dari pada ditempat kostnya. Anaknya masih kecil berumur sekitar 1 tahun.

Suatu pagi aku kaget ketika seseorang membangunkanku dengan membawa segelas teh hangat, “Bangun…. Males amat kamu disini biasanya kan sudah nyiramin taneman sama nyuci mobil”

“Males ah, liburan masak suruh kerja juga….”

“Lha masak kakekmu yang sudah tua itu suruh nyiramin bunga sendiri dan mobilku siapa yang nyuci…”

“Kan ada bi ijah “

“Bi ijah lagi sakit dia gak sempet…, bangun bangun ah males ya” dicubitnya pinggangku

“Udah udah geli ampun….” Kataku bangun sambil mendorong mukanya.

Kakekku pulang dari jalan paginya dan asik berbincang dengan temannya diruang tamu. Aku kemudian beranjak ke kamar mandi baru membuka baju bibiku mengetuk pintu ”Rik mandinya di sungai sekalian temenin aku nyuci, lagi mati lampu nih….. andi biar di jaga kakek”

“Ya siap boss…” ku buka pintu dan membawa cucian seember besar ke belakang rumah, bibiku mengikutiku sambil membawa handuk, pakaian ganti dan sabun cuci. Di belakang rumah ada jalan kecil yang tembus ke sungai di pinggir kampung sungai itu dulu sangat ramai oleh penduduk yang mandi atau mencuci tapi sekarang sudah jarang yang memakai, hanya sesekali mereka mandi disungai.

“Sana di belakang batu itu aja, tempatnya adem enak…” dibelakang batu itu terdapat aliran kecil dan batu batu pipih disekelilingnya tumbuh-tumbuhan lebat itu kami bermaksud mencuci..ternyata sudah ada seorang wanita muda yang sedang mandi mengenakan kain batik ternyata wulan tetangga sebelah rumahku
“eh rik tumben mau ke sungai….” Katanya ramah
“Ya nih di paksa bos… “
“Wah kalah duluan nih, nyuci juga kamu wul “

“Aku dah dari tadi.. kalo listrik mati gini baru pada ke kali, kalo gak pakaian bayiku siapa kapan keringnya” katanya sambil keluar dari sungai dan mengambil handuk di tepi sungai.

Selendang batik itu membentuk lekuk tubuhnya dibagian depan terlihat dengan jelas sembulan dua buah dada yang sangat besar, sedang ditengah leher putihya terdapat sebuah kalung tipis yang membuat dirinya terlihat ramping, ia kemudian membelakangi kami dan melepas selendang itu kemudian mengusapkan handuk ke sekujur tubuhnya.

Kontan saja aku kaget melihat pemandangan itu, walaupun membelakangiku tapi aku dengan jelas dapat melihat seluruh tubuh putihnya itu tanpa sehelai benangpun, bokongnya yang berisi telihat jelas setelah dia mengusap tubuhnya kini ia mulai membasuh rambutnya yang panjang sehingga seluruh tubunya bisa kulihat, ketika aku membasahi cucian kemudian duduk.

”Kapan kamu kesini rik..”sambil memiringkan tubuhnya karuan saja tetek gedhenya terlihat, aku kaget dengan pertanyaannya.

“Apa wul aku lagi gak konsen..” ia memalingkan badan kearahku

“Ati-ati disungai jangan ngelamun, kamu kapan datang..”

“Oh aku baru kemarin..” kataku sambil mencelupkan baju-baju ke air sedang mataku tentu saja mengarah ke kedua teteknya yang tanpa sengaja diperlihatkan,.

Bibiku bergerak menjauhi kami, mencari tempat untuk buang air karena dari tadi dia kebelet beol.

“Anakmu umur berapa teh.. kok gak diajak “ kataku

“Masih 1 tahun setengah, tadi sama adikku jadi aku tinggal nyuci” setelah rambutnya agak kering ia kemudian memasang handuknya dipinggangnya dan membalikkan tubuhnya tangan kanannya menutupi mencoba menutupi teteknya yang berukuran wah itu walaupun akhirnya yang tertutupi cuma kedua putingnya sedang tangan kirinya mencari celana dalam di atas batu itu setelah menemukannya, dia kemudian membalikkan badannya dan menaikkan handuknya, celana dalam berwarna putih itu terlihat cukup tipis dan seksi di pinggir-pinggirnya ada bordir kecil bermotif bunga.

“Anakmu siapa namanya…?”

“Intan.. cantikkan “ ia berbalik, pakaian dalam tipis sudah menutupi memek dan pinggangnya itu sejenak dia melihatku dan kemudian melepaskan tangan kanannya dari teteknya sepertinya dia nyaman memperlihatkan teteknya padaku karena dari tadi aku pura-pura cuek dan pura-pura membasuhi baju kotor padahal adikku sedari tadi gelisah.

Ia kemudian duduk dan membilas selendang batiknya

“Cantik sih namanya.. tapi belum lihat wajahnya secantik emaknya gak ya..”

“Ya pasti.. emaknya aja cantik anaknya ikut donk “katanya sombong, kusiramkan air ke arahnya segera ia berdiri dan membalas siramanku.

“Maaf salah cetak harusnya, maknya aja jelek apalagi anaknya…” kami pun akhirnya saling menyiramkan air setelah beberapa saat dia kewalahan menahan seranganku.

“Ampun ampun…” katanya sambil ketawa cengengesan, akupun menghentikan seranganku tapi kemudian dia malah berdiri mengambil ember dan menghampiriku menyiramku sehingga seluruh bajuku basah kuyup, aku kaget dan reflek mengambil ember ditangannya dia kemudian membalikkan badan untuk menjauhkan darinya, tanpa sadar tubuhku memeluknya dan satu tanganku ada pada dadanya yang terbuka. Akhirnya aku bisa meraih ember itu, ia berusaha melepaskan dari dekapanku tapi sia sia aku sudah siap, ku ambil air dan meletakkanya diatas kepalanyaa

” Ampun ri,, aku dah mandi.. awas lo ntar tak bilangin kakekmu “ aku tetap saja memegang badannya dan mengancam, akhirnya ia berbalik dan dengan leluasa aku menyiram ke sekujurtubuhnya kemudian tanganku mengelus elus tubuhnya

”nih aku mandiin lagi hehehhe,……” sekujur tubuhnya basah termasuk celana dalamnya sehingga isi didalamnya samar samar terlihat, kami tertawa geli dicubitnya pinggangku hingga agak lama ”aduh ampun sakit “kataku sambil menarik tangannya, untuk beberapa saat kami saling memandang sambil tertawa geli, kami kemudian ke tepi sungai untuk mengambil handuk, ia kemudian kembali menyeka air ditubuhnya sementara aku sambil duduk disampingnya sembari menyeka air di kepalaku.

Wajahnya tampak cemberut di usapkannya handuk ke muka dan rambutnya kemudian mulai turun ke dua buah dadanya kemudian turun ke perutnya yang kecil kemudian turun ke selangkangannya kemudian dia merunduk dan menyeka kakinya, kemudian melemparkan handuknya yang basah ke mukaku, aku kemudian menggunakan handuknya itu untuk mengusap muka (lumayan aroma tubuhnya masih nempel nih) aku kemudian mengembalikan padanya.

Di ikatkannya handuk itu di pinggang kemudian duduk tepat di depanku dan di turunkannya celana dalamnya, karena ikatannya kurang kuat setelah celana dalamnya berhasil melewati kaki indahnya handuk itupun ikut terbuka sehingga isi selangkanganya terpampang di depanku.

“Eit…” katanya sambil tangan kanannya menutupi memeknya, aku tersenyum
“Kelihatan nih ye…” kataku sambil memalingkan muka, kakinya menendang tubuhku, kemudian di usapkannya handuk itu ke tengah selakangannya yang masih lumayan basah karena mengenakan celana dalam basah.

Aku kemudian memandang kembali kearahnya nampaknya dia merasa nyaman saja mengetahui memeknya dilihat aku, diusapkannya ke arah rambut-rambut pubis tipisnya kemudian ia mengusap bibir-bibir coklatnya bawahnya yang masih kencang sambil tersenyum sendiri.

“Awas bisa gila lho tersenyum sendiri…” ia menghentikan usapannya sambil membetulkan posisinya

“Ia kalo lama-lama deket sama kamu bisa gila …” katanya sambil berdiri

“Eh, bau …” sambil kututup hidungku yang tepat berada didepan memeknya

“Seger lagi coba cium, katanya sambil menarik mukaku dan menempelkannya pada memeknya yang telah ditutupi salah satu tangannya. Tanganku mengambil tangan yang menutupinya

“Rambutnya kok gak rapi gak pernah dicukur ya,,,,” kubelai rambut bawahnya kemudian bergerak membuka kedua bibir bawahnya ”Dah punya anak masih kenceng aja nih kulit..” kataku sambil megelus elus memeknya dengan handuk sementara dia membalut tubuhnya dengan handuk sehingga kepalaku berada didalamnya.

Aku kaget dan membuka handuk sambil mencari bibiku takut ketahuan, kepala bibiku tampak masih ada dibelakang batu besar disamping sungai itu lagi asik membuang hajat..

“Berani cium gak 5 Ribu deh… “ dibukanya kembali handuknya sambil tersenyum menantang, memeknya tampak begitu menggairkan.

“Gak ah bau tuh.. tambah deh 10 “ kataku cengengesan

“Deal…” Katanya sambil duduk jongok Mukaku kumajukan untuk dapat mencium memeknya, pelan-pelan kubuka bibirnya dan ku elus elus seluruh memeknya sambil pura-pura menutup hidung seperti mau minum jamu. Kemudian ku buka mulut dan mulai mengeluarkan lidah, wulan nampak melihat kesekeliling kemudian aku mulai menjilat dengan pelan ke paha kanan kemudian kiri dan akhirnya menjilati memeknya ia tampak mengerang geli,

“Ih…” katanya pelan, lidahku yang masih menempel kemudian kumasukkan kedalam memeknya dan menggerak gerakkan memutar sehingga ia tambah geli. Setelah kurang lebih 5 detik ku tarik mukaku.

“Memek lo bau juga ya… mana 10 ribunya..?” ia menutupi kembali memeknya dengan handuk dan berdiri.

“Ntar ya dirumah, mang aku bawa dompet apa? daa…” sumpret belum puas ngotak-atik mesin bmw (bulu memek wanita) ia sudah pergi, yah akhirnya aku hanya bisa kembali swalayan sambil melihat ia berlalu,

* * *
bibiku akhirnya menyelesaikan BAB nya aku masih berendam bermain main di sungai sambil mengembalikan tenaga setelah swalayan.

Kami kemudian asyik mencuci sambil ngobrol seru-seruan, bibi mencuci sedang aku membilasnya, sesekali kami saling menyiramkan air sehingga baju kami basah semua akhirnya baju yang kami selesai semua aku mulai membuka semua bajuku sehingga hanya menyisakan celana kolorku saja, sementara bibiku yang dari tadi berhadapan denganku menggeser duduknya menyamping, kemudian menaikkan dasternya kemudian celana dalam putih pelan pelan turun dari pahanya mulus bibiku kemudian dia menghadap kembali padaku dengan posisi kaki lebih rapat, tidak seperti tadi dimana kadang aku bisa melihat celana dalamnya.

“Ih celana dalamnya dah pada bolong nih…” kuangkat celana dalamnya, bibiku segera menyambarnya

“Mana? Masih baru nih..” katanya sambil melemparkannya kepadaku. Dia kemudian menurunkan dasternya dan mencopot kutang dari tempatnya dan kemudian menaikkan kembali dasternya, tanpa segaja dia membuka kakinya sehingga bulu bulu tipis samar-samar terlihat diantara pahanya terlihat jelas didepanku, dia menunduk mencuci bhnya sehingga teteknya menyembul diantara belahan dasternya,

“Sini kolormu dicuci sekalian…” aku bengong mendengarnya,

“Copot sekalian gih kolormu.. “

“Wah gak bawa celana dalam bi….” Bibiku tidak menjawab dan memegang kolorku, akhirnya aku berdiri dan membuka pelan-pelan kolorku sehingga adikku menampakkan diri.

“Lho dah sunat to kamu ?” dilihatnya burungku yang masih imut-imut plus rambut yang baru pada keluar, ku pegang burungku sambil melirik kaki bibi yang sedikit terbuka.

“Dah lama ya kita gak mandi bareng…” ia tersenyum

“Ia dulu waktu masih SD kamu hanya mau mandi bareng aku mang kenapa sih ?”

“Ya milih yang cantik donk, masak sama mak ijah kan dah pada keriput semua,…” ia kemudian membuka dasternya sehingga seluruh tubuhnya terbuka dan menggeser duduknya menyamping.

“Sana taruh di pinggir “
aku kemudian meletakkan cucian kemudian kembali ke tempatnya. Teteknya yang bersih dan putih walaupun tak sebesar punya wulan terlihat masih sama seperti dulu, tubuhnya yang putih sintal dan rambut yang tergerai membuat semua orang pasti mengakui dia wanita ayu.

“Ssst lihat memeknya donk bi…” ia melengos dan menutupi pangkal pahanya dengan tangan, aku menarik tangannya terlihat rambut-rambut tipis berada di tengah

“Hiii… bulunya habis dicukur ya…” ia tersenyum geli, ia kemudian menggeser duduknya sehinga tepat didepanku

“Kok tahu…. bagus kan” dibelai nya rambut pubis itu bangga

“Ya tahu lah… dulu kan lebih tebal dari ini….mang napa dicukur”

“Nggak lagi pingin aja … kalo mau dateng bulan aku biasa potong, kalo gak tak cabut pake lilin, kalo rapi kan sehat….”

Kakinya yang rapat membuat aku hanya kebagian melihat rambutnya saja.

“Lihatin donk….” Kataku sambil mengelus elus pahanya tangannya menghela tanganku dari pahanya tapi kemudian aku kembali mengelusnya setelah itu dia melihat tajam kepadaku, pelan-pelan tanganku berhasil menggeser satu kakinya sehingga memeknya sedikit terlihat.

“Wah masih sama kaya dulu ya.. walaupun dah punya anak masih terlihat kenceng punyamu” ia tersenyum mendengar bualanku dan membiarkan aku melihat seluruh isi memeknya, tanganku mulai membelai memeknya pelan kemudian mengusap-usapnya.

“Jangan nakal ah.. geli..” aku tetap saja mengelus elusnya

“Mandi sana.” Tangannya mendorong mukaku sehingga aku terjatuh, dia kemudian berjalan kearah air yang lebih dalam kemudian berenang renang kecil

“Ri ambilin sabun donk…” aku duduk mendekatinya dan mengacungkan sabun, ditariknya tanganku sehingga aku jatuh dia tersenyum aku kemudian membalas dengan menyiramkan air kemukanya setelah beberapa saat bercanda di dalam air ia kemudian naik ke sebuah batu untuk membersihkan diri dengan sabun. Dengan menghadap kepadaku ia mulai meletakkan sabunnya dileher jenjangnya, pelan pelan turun ke teteknya, kemudian ke tangan dan kakinya dan berahir pada memeknya setelah itu dia kemudian menggosok badannya untuk memperbanyak busa. Aku keluar dari air dan duduk di sampingnya dia langsung menggosokkan sabun keseluruh tubuhku dari muka sampai ke kaki, dengan santai ia menggosokkan sabun pada penisku.

“Dah gede kamu ri, burungmu dah ada rambutnya..”

“Ya donk masak mau kecil terus…” ia kemudian membalikkan badannya dan berdiri sambil memintaku menggosok punggung dan bokongnya yang belum kena sabun, waktu mengosok bokongnya pelan-pelan tanganku ku senggolkan ke memeknya nampaknya dia cuek saja dengan terus asik menggosok tubuhnya dengan sabun, aku mulai memberanikan diri mengelus dari belakang kedua payudaranya. Ia membalikkan badan, membiarkan aku mengelus elus payudaranya dan
seluruh tubuhnya sementara dia mengelus kakiku dan sesekali mengelus penisku.

Ia kemudian terduduk, seperti biasanya kalo mandi dia selalu terdiam beberapa saat membiarkan sabun meresap ditubuhnya. Aku yang masih berdiri didepannya dengan penis tepat di mukanya, ia kemudian memain-mainkan penis itu,

”Di bersihin donk ri burungnya, nih masih ada kotorannya” katanya sambil mengelus penisku mesra aku hanya diam keenakan. Kemudian dia berbaring di atas batu, aku duduk disamping kakinya sambil mengelus memeknya dan menyiramkan air sehingga seluruh memeknya kelihatan.

“Dah jangan main itu terus ah geli …” ia tersenyum menutupkan kakinya aku kemudian menarik kakinya sehingga kini tubuhku berada diantara kakinya. tanganku mulai menggosok-gosok lagi kali ini jariku mulai masuk ke memeknya, dia bangun

“Geli ah li.. “tanganku kali ini berhasil diusirnya, tanpa sadar dia mulai melihat burungku yang mulai berkembang dan menggantung.

“Burungmu dah mulai bisa berdiri ri…” dielusnya burungku pelan mesra, semakin lama burungku makin besar karena tak tahan akan elusannya.

“Kamu dah pernah ngimpi basah ya.. “ aku mengangguk kemudian

“ Bi.. kamu gak lagi mens kan?” ia tersenyum kemudian membimbing tanganku pada dadanya

“Sini bibi ajarin ngelonin cewek…” aku mengikuti saja bimbingan tangannya mengelus pelan teteknya kemudian melintir putingnya.

“yang mesra donk ri anggep aja aku cewekmu “ dia kemudian mencium pipiku dan mendorong mukaku ke teteknya, aku ciumi semua bagian teteknya kemudian menghisap pelan putingnya, ada air keluar dari susunya aku makin keras menyedotnya sementara bibi mengusap kepalaku sambil merem menikmatinya. Kemudian aku menjilati perut dan turun ke rambut memeknya, ke paha kemudian menengelamkan mukaku ke memeknya, namun tangan bibiku mencegahnya.

“Kamu gak papa ri?” katanya pelan “Gak papa bi, sekalian buat pengalaman

“ia kemudian menyiramkan air ke memeknya setelah itu kucium dan kujilati memeknya beberapa saat, sementara tanganku dibimbing untuk tetap mengelus dadanya. dia rupanya terangsang dengan jilatanku, erangan-erangan kecil dan tekanan tangannya pada rambutku mengisyaratkan dia sudah mulai terangsang. Merasa cukup ku hentikan jilatanku kemudian duduk di depannya dia kemudian melek sambil mengelus dan memutar mutan burungku.

“Enak kan…?” ucapnya manja, aku kemudian berdiri, penisku tepat berada di mukanya, beberapa saat dia diam kemudian ia menutup mata dan mencium penisku

“Kalo jijik gak usah di emut …” ia melepaskan mukanya dan kembali mengocok dengan tangannya.
Ia kemudian duduk diatas batu sambil mengangkan meminta aku memasukkan penis ke memeknya

“ Di gesek aja ya, jangan dimasukkan.. punya pamanmu nih..” aku kemudian menggesekkan penis ke memeknya sementara tanganku menggoda teteknya.

“Bi sekalian masukkin ya.. biar ngajarinnya komplit..” ku masukkan tanganku ke memeknya,

“Jangan sama pacarmu saja, kasihan perjakamu…” aku kemudian mencoba memasukkannya pada memeknya dua kali mencoba ternyata penisku belum bisa tembus juga, bibiku tersenyum geli

“Tuh kan gak bisa, sini…” ditariknya penisku, di elus kemudian dimasukkan dalam memeknya, rasanya sempit sekali memeknya, baru setengah penis masuk bibiku mengeluarkan kembali

“Susah kan… makanya pelan pelan” ia kembali memasukkan, kali ini lebih dalam, ia kembali menarik tubuhnya sehingga penisku lepas. Tanganya lepas dari penisku, tanganku yang mau mengarahkan penisku di tariknya menandakan dia pingin aku memasukkan tanpa bantuan.

Dua kali mencoba tidak berhasil lagi akhirnya bibiku yang memajukan memeknya, sekali maju langsung masuk,

“uh…. Enak bi …” ia kemudian menggoyang pinggulnya memberikan tekanan keluar masuk pada penisku, aku merem melek menahan enak sambil membantunya mengelus tubuhnya,

“Ayo bagianmu…” ia kemudian pasif membiarkan aku melakukan keinginanku ku. Aku masukkan sampai semua penisku masuk kemudian bergerak pelan semakin lama semakin cepat menggoyang maju mundur.

“Bagus ri.. ayo.. ah…. ah… terus sayang….” aku menurutinya beberapa saat dia meminta aku mengganti posisi kini dia menungging di depanku dengan sigap kumasukkan penisku berulang ulang

‘oh yes … enak bi… enak….” Lima menit kemudian ia memintaku duduk dia berdiri dihadapanku memeknya kuciumi sebentar kemudian dia menduduki kakiku,

“ayo aku dah mau nyampe… kamu mau nemenin kan…” dia kemudian memasukkan memeknya dan bergerak turun naik sementara muka dan tanganku memegang teteknya

“bii…. Jangan cepet-cepet aku gak kuat nanti…”

“Ayo sayang … bibi juga gak lama lagi ..” aku melepas tangan dari susunya dan berkonsentrasi menahan goyangan maut memek bibiku..

“uh.. ah… “ bergantian kami mengucapkannya

“Stop bi… aku mau keluar …” aliran-aliran listrik seakan menjalar ditubuhku.. bibi melepaskan memeknya, kemudian mengocok penisku dalam hitungan ke lima air maniku benar benar keluar

“crot,,,,” mengarah pada tubuhnya.. Aku lemas sambil menyedot tetek bibiku aku mengatur nafas setelah berhasil mencapai puncak

“Wiih enak banget bi…. Yes……” kataku pelan, ia tersenyum dan mencium pipiku sambil mengelus-elus teteknya, setelah beberapa istirahat bibiku menuangkan air ke mukaku

“udah mandi yuk…” aku menarik tangannya

“Makasih ya bi… maaf kebablasan” ia tersenyum

“Ayo tak bantu nyampe puncak..” kataku sambil mengelus memeknya, aku kemudian mencium tetek kemudian memeknya, aku kemudian memasukkan jariku pada memeknya ia merem melek kemudian aku memasukkan berkali-kali dan menggelitik memeknya, ia benar-benar terangsang. Tangannya memegang penisku yang sudah tidak kencang lagi kemudian mengarahkan mukanya pada penisku, semakin lama goyangan tangan ku makin kencang, sampai akhirnya bibiku mengerang ngerang kemudian memasukkan penis pada mulutnya.. ia menggelinjang dan ahirnya dia berteriah “uhhhhhhh,,,,,,” dilepaskannya penisku dan berguling di batu itu, ku belai rambutnya menemani menuruni puncak kenikmatan.

Kemudian kami berdua masuk kembali ke air membersihkan sisa sabun

“ Jangan diulang ya… sekali aja “ katanya sambil mencubit paha depanku

“Ya deh bi,, kalo kuat ya.. tapi kalo lihat tubuh bahenol ini kayaknya aku gak tahan” kucium tengkuk bibi sambil mengelusnya, dia membalas
“Janji ya, jangan goda aku lagi…” aku diam sambil memeluknya..